SELAYANG PANDANG PONPES YADARO MOYOT

Lahir dari Sosok Mantan Anak Terminal dan Penjual Es Keliling
Berhasil keluar dari kesulitan hidup karena miskin, di antara tetesan air mata yang tersembunyi dan hati terpahat ditempa ujian, rintangan dan cobaan, dia terus bekerja serabutan — dari menjual es, kue, tembakau hingga jadi tukang. Semua dilakoninya sejak masa kanak-kanak . Berkat kegigihannya, dia menjadi tamu penting di Istana Negara. Dialah DR (Hc) H.MUH.SALEH YAHYA, pemilik Yayasan Pondok Pesantren Darusslam Al-Kubro (Yadaro) Moyot, Kecamatan Sakra, yang dirintis tahun 2006. Yadaro mengelola Lembaga Pendidikan (RA/TK, MI/SD, MTs/SMP Islam, MA), Dakwah (Majlis Ta’lim Tarekat Talqin Zikir), Sosial/Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Kopontren, Kandang Sapi), Kesehatan (Klinik Yadaro) dan KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji ) Yadaro. Sekitar 56 tahun yang lalu, lahir Muh.Saleh Yahya. Ia tumbuh sebagai anak dari kalangan yang teramat miskin bersaudara lima. Kedua orang tuanya bercerai dan menempuh jalan hidup sendiri-sendiri. Sehingga ,Muh.Saleh kecil/remaja memiliki ibu tiri dan ayah tiri.

Terabai dari perhatian, ketika kelas 3 SD, dia putus sekolah, tepatnya tahun 1968-1969. Kehidupan yang morat-marit memotivasinya mencari sesuap nasi sekadar pengganjal perut. Kehidupannya sebagai anak Terminal Bus di Pancor (dulu, dekat Masjid Besar At-Taqwa Pancor) pun dimulai sekitar tahun 1971/1972. Setidaknya, 6-7 tahun dia di sana. Selain mengelap mobil, jual kue juga menjajakan es keliling keluar masuk kampung dan sawah. Dengan penuh kesabaran, tabah dan tawakkal dijalaninya hidup yang berat itu, Mencari sesuap nasi, menyambung hidup di antara onak dan duri, deraian air mata yang kerap tersembunyi dan cucuran keringat diterpa sinar mentari yang menyengat. 

Entah berapa kilo ruas jalan kampung dan sawah dilaluinya tanpa patah semangat.Menanjak usia remaja , Muh.Saleh banting stir dari pekerjaan semula (mengelap mobil, jualan kue dan es) menjadi peladen tukang bangunan (pembantu tukang buat rumah). Karier kecil itu kemudian menanjak menanjak menjadi tukang bangunan hingga tahun 1980 an. Dari hasil keringatnya, ada sedikit untuk sesuatu yang diidamkan sebagai kaum adam, yakni menikah pada tahun 1983. Tahun 1984 lahir seorang anaknya yang diberi nama Yahya Ibrahim. Namun, pekerjaan sebagai tukang terus dijalaninya sampai dengan tahun 1991, sambilan jual – beli tembakau. Tahun 1991 – 1994, Saleh Yahya berhasil membuat rumah bedek (berdinding pagar) dan membuat oven tembakau. Tahun 1994/1995 ada rezeki dari menjual tembakau. Hasilnya untuk membeli sebidang tanah seluas 6 are. Ada sisa uang sejumlah Rp 2 juta pada waktu itu. Keinginannya Naik Haji yang kuat, tahun 1995 membuatnya mendaftar dengan setoran awal ONH sebanyak 2 juta rupiah lewat Bank BRI. Kekurangan ONH sejumlah 5 juta rupiah dibantu oleh keluarganya. Keberangkatannya menunaikan ibadah haji menjadi awal dari kiprahnya kemudian. Sepulang dari Makkah (pulang dari Haji), Muh.Saleh menjalani aktivitasnya dengan menggalang persahabatan dengan para tokoh Tuan Guru seperti TGH. Izzuddin Pancor dan pimpinan Ponpes At-Tohiriyah Bodak Loteng. 

REZEKI NOMPLOK

Sisa hasil usaha jual-beli tembakau mencapai Rp 25 juta untuk mengembangkan usahanya. Saleh Yahya masih perlu tambahan modal sehingga dia memutuskan untuk meminjam di bank sebanyak 25 juta rupiah. Uang itu digunakannya untuk pembuatan gudang dan toko dengan isinya. Pada tahun 1997, rezeki nomplok datang. Saleh Yahya mendapat untung sebanyak 200 juta rupiah. Pada tahun 1998, saat itu Negara dalam krisis. Karena krisis, tembakaunya sempat disimpan untuk sementara. Tak lama kemudian harga tembakau naik yang membuatnya berhasil meraup keuntungan sejumlah 800 juta rupiah. Sebagian dari keuntungannya itu digunakan untuk membeli tanah, mobil dan sawah. Keberhasilan usahanya tidak membuat H.Muh.Saleh lupa. 

Dia bersyukur dengan menunaikan Ibadah Haji kembali. Pada tahun 1998 ini dia berangkat bersama istri dan keluarganya. “Waktu itu kami berangkat 4 orang,” tuturnya. Seiring dengan itu, anaknya, Yahya Ibrahim, dididik di Pondok Pesantren At-Tohiriyah-Bodak, Lombok Tengah. Tak lama di sana, kemudian pada tahun 1999 Yahya Ibrahim ke Jawa, tepatnya di Lawang-Malang Jawa Timur (Ponpes Darussalam). Kemudian, tahun 2001 ke Makkah sampai dengan tahun 2007. Pada tahun 2000 H.Muh.Saleh mendanai pembangunan masjid bersama masyarakat (140 juta rupiah dari pribadinya + 15 juta rupiah dari masyarakat). Bahkan di Loteng ada sebuah masjid yang dibangun olehnya.
“Beramal jariah sebagai rasa syukur atas riezeki yang sudah diberikan oleh Allah Swt kepada kita,” tukasnya. 

MENJADI PUSAT PERHATIAN

Keberhasilan H.Muh.Saleh menjadi perhatian public, termasuk Pemerintah. Pasalnya, selain dikenal sebagai orang yang sukses dalam bisnis, juga dikenal sebagai dermawan dari kiprahnya dalam membangun beberapa masjid. Karenanya, pada tahun 2002 dia mendapat undangan dari Presiden Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, untuk hadir di Istana Negara dalam rangka mendapat penghargaan atas kiprahnya dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat bersama orang-orang berprestasi lainnya.

Niatnya untuk membangun Ponpes pun direalisasikan dengan membeli tanah sejumlah 2 ha seharga 1 juta rupiah/are. Total dana yang dihabiskan sebanyak 400 juta rupiah guna membangun Ponpes pada tahun 2006. Ponpes itu diberi nama Yadora (Yayasan Pondok Pesatren Darussalam Al-Kubro).
Ketika itu banyak orang yang menyindir dan menyentil dengan cemoohan dan berbagai nada sumbang yang meremehkan. 

“Sebagai awal mula mendirikan Ponpes dan beroperasinya pada tahun 2007 sudah barang tentu banyak kekurangan terutama dalam hal insentif untuk tenaga pengajar. Namun alhamdulillah … semua dapat kita lalui,” ungkapnya. 

Tahun 2007 putranya, H. Yahya Ibrahim, pulang dari Makkah, untuk selanjutnya meneruskan perjuangan, sekaligus sebagai pimpinan Ponpes Yadaro. Nampaknya keberadaan Ponpes Yadaro kian berkembang, sebagai sarana dan wadah dalam mencerdaskan masyarakat lewat pendidikan, dakwah dan kegiatan sosial lainnya.
Kini, TGH.Yahya Ibrahim, selaku pimpinan Ponpes Yadaro terus berpacu dengan peningkatan mutu.

PENERUS CITA-CITA SANG AYAH 

TGH. Yahya Ibrahim, lahir di Batusantek Moyot Rumbuk, tahun 1984. Yahya Ibrahim melanjutkan pendidikannya ke Ponpes At-Tohiriyah-Bodak Loteng, tahun 1998. Setelah beberapa bulan di sana, tahun 1999 melanjutkan ke Ponpes Darussalam, Lawang-Malang-Jawa Timur. Tahun 2001 ke Makkah dan tinggal di KEDIAMAN Syeikh Muh.Ismail Bin Zain Al Yamani. Kemudian diserahkan kepada Syeikh Ahmad Jauhari sebagai orang tua asuhnya. 

Oleh Syeikh Ahmad Jauhari, Yahya Ibrahim dimasukkan ke Madrasah binaan Al Habib Zainal Abidin Bin Zain Bin Ibrahim Bin Smith, yaitu Madrasah Diniyah Khairi Al Jufri Hayyul Bahar Madinatul Munawarah, sebuah Madrasah Ahlussunnah Wal jama’ah. Sampai dengan tahun 2007, Yahya Ibrahim selesai pendidikan dan pulang ke Moyot, Lombok Timur. 

TGH. Yahya Ibrahim mengaku sangat mengagumi segala perjuangan yang dilakukan ayahnya, H.Muh.Saleh Yahya, hingga Pemerintah Republik Indonesia mengundangnya ke Istana Negara untuk menerima pernghargaan atas karya-karyanya dalam kiprahnya membangun potensi diri, SDM dan SDA Daerah Lombok Timur. 

Adalah hak preogatif Presiden RI, Megawati Soekarnoputri waktu itu, tahun 2002 memberikan gelar kehormatan bagi seseorang yang dipandang dan dinilai telah berhasil dengan gemilang dalam membangun masyarakat dan potensi yang ada. Pada saat itu Bapak H.Muh.Saleh Yahya diberi gelar kehormatan DOKTOR HONORIS CAUSA (DR.Hc) oleh Ibu Presiden RI, Megawati Soekarnoputri pada tahun 2002. “Sejak saat itulah gelar DR.H.Muh.Saleh Yahya dikenal ,” tutur Yahya Ibrahim.
Beliau telah berhasil sebagai pengusaha dan dermawan, dari orang awam yang miskin berangkat dari nol dengan lika-liku yang penuh onak dan duri, ujian dan cobaan. lanjut Yahya Ibrahim. 

“Dia bersahabat dengan para Tuan Guru. Dengan hartanya beliau membangun masjid di Lotim maupun di Loteng. Karenanya beliau juga dilibatkan menjadi Pengurus Pengajian oleh se Pimpinan Ponpes At-Tohiriyah Bodak Loteng. Setelah itu membangun Yayasan Ponpes Darussalam Al-Kubro (Yadaro),” tandas Yahya Ibrahim.

KIPRAH KEDEPAN 

Yayasan Pondok Pesantren Darussalam Al-Kubro (Yadaro) terletak di Desa Moyot, Kecamatan Sakra, tidak jauh dari (dekat/depan) Pompa Bensin Pertamina. Dari arah Pancor berjarak ± 7 km, bisa ditempuh dengan ojek atau Angdes (angkutan pedesaan) trayek Pancor-Sakra, Sakra-Pancor.
Dalam dunia pendidikan Yadaro sampai saat ini mengelola : RA/TK, MI/SD, MTs/SMP Islam dan MA (dengan jurusan Bahasa, IPS dan IPA). Untuk jurusan Bahasa dengan mengembangkan bahasa Indonesia, Sasak, Inggris dan Arab. Dengan 545 orang santri/santriwati dan 59 orang guru, telah melaksanakan proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) dengan visi-misi berorientasi kepada Imtaq dan Iptek. 

Untuk memberikan kesempatan kepada santri/santriwati mengembangkan minat/kegemarannya dibuka ruang kegiatan ekstrakulikuler berupa Pramuka, PMR, drumband, musik, futsal, volley, sepak bola, seni tari, kasidah dan pencak silat. Semua kegiatan tersebut dimungkinkan juga untuk mendukung tugas pokok akademik para santri/santriwati, sehingga penyelenggaraannya diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu aktivitas utama menghasilkan generasi yang cerdas, berwawasan luas, berakhlaqul karimah, menguasai teknologi, berbudaya dengan tingkat kompetensi yang tinggi dan berdaya saing. 

Beberapa prestasi pun pernah diraih oleh Ponpes yang masih muda belia ini, diantaranya juara III Lomba Pidato Bahasa Arab/Inggris yang diadakan dalam rangka HUT Kemenag Lombok Timur, tahun 2012. 

Para alumninya ada juga yang sudah diterima tanpa tes untuk melanjutkan studi di Perguruan Tinggi di Timur Tengah dan Pulau Jawa. 

“Alumni ke 2 MA Yadaro atas nama Ahya Ul Azmi Bin Ajma’ul dari gubuk Bumbung Masbagik Utara, karena berprestasi dapat melanjutkan ke Universitas Jami’atul Islamiyah Madinah. Sebagian dari mereka ada yang ke Jawa,” imbuhnya.

Popular posts from this blog

DAFTAR PESANTREN

PONPES AL-MANAN